Begitu indahnya burung
Cendrawasih, maka diberi gelar burung dari surga - genus Paradisaea. Alasannya,
karena bulunya sangat cantik seperti bidadari yang turun dari surga. Tahukah
kamu sejarah yang cukup lucu sehingga dianggap burung "surga"?
Di tahun 1522, ketika Antonio
Pigafetta dan Magelhan kembali ke Sevilla dari perjalanan keliling dunia,
Pigafetta membawa kulit cendrawasih kuning sebagai oleh-oleh Raja Bacan dari
Maluku Utara untuk Raja Spanyol.
Salah satu oleh-oleh tadi
dikirim oleh raja pada Uskup Villadolid di Roma untuk dipelajari secara ilmiah.
Para pakar hewan kala itu begitu kagum ketika melihatnya. Akhirnya cita-cita
mereka terkabul. Maklum, saat itu kisah soal keindahan burung ini hanya didengar
seperti legenda belaka.
"Bulu burung itu luar
biasa indahnya. Jadi pantas kalau berasal dari Taman Firdaus di Surga,"
demikian kira-kira pendapat mereka. Karena itulah, burung yang bulunya kuning
emas dan coklat, dengan leher hijau zamrud itu disepakati sebagai bird of
paradise - burung dari surga.
Bukan hanya penampilannya saja
yang jadi penyebab julukan burung surga, tetapi ditambah kabar yang beredar
luas di Eropa saat itu. Disebutkan, burung ini sebenarnya bukan bagian dari
surga, tetapi hanya melayang-layang dekat surga alias di ruang angkasa. Tak
pernah ditemukan di muka bumi.
Makanannya hanya embun. Kawin
pun tetap di udara. Telurnya dierami oleh betina dengan cara nongkrong di
punggung jantan. Alasannya, karena burung ini terbang terus. Bila mereka lelah,
barulah beristirahat di pepohonan bumi dengan cara mengaitkan bulu ekor yang
panjang ke cabang pohon. Tidurnya seperti cara kelelawar.
Dari mana cerita-cerita itu
berkembang luas? Entah, kemungkinan karena ulah para pedagang. Kebetulan, para
pedagang yang berkelana ke kepulauan Nusantara lalu pulang ke Eropa banyak yang
membawa bulu burung cendrawasih untuk dijual. Harganya sangat mahal.
Nah, saat para pedagang
menangkap cendrawasih dan mengulitinya, mereka selalu memotong kaki burung
tersebut. Alasannya, kaki-kaki ini akan membusuk kalau tidak dibuang dan bisa
merusak kulit berikut bulunya. Agar awet dalam perjalanan di laut
berbulan-bulan, bulu burung diawetkan dengan teknik pengasapan sederhana.
Jadi ketika sampai di Eropa,
orang pun banyak yang percaya bahwa burung ini tak punya kaki. Akhirnya gosip
soal asalnya yang dari surga, selalu terbang tak pernah berhenti, bahkan
bertelur di udara menyebar luas.
Sementara di atas kapal, para
pedagang tertawa terkekeh-kekeh karena bualan mereka dipercaya begitu saja.
Mereka juga sengaja merahasiakan ini agar harga bulu burung cendrawasih tetap
mahal.
Ada yang tertawa, ada yang
tertipu. Bukan hanya masyarakat awam yang dibohongi, juga kaum intelektual
alias pakar hewan di Eropa. Burung cendrawasih saat itu diberi nama ilmiah:
Paradisaea a poda (a = tanpa, poda = kaki).
Begitulah, karena akal-akalan
pedagang, maka cendrawasih menjadi burung surga.
Sumber
Apakabardunia.com