Masyarakat Papua pada 1 Juli
merupakan hari yang bersejarah dan merupakan hari yang dinanti-nanti sebagian
besar masyarakat Papua terutama masyarakat yang berada diwilayah Sentani yaitu
masyarakat dikampung Asei. Pulau Asei merupakan pulau kecil yang terletak di
depan danau Sentani, Jayapura.
Untuk menjangkau pulau Asei sangat
mudah dapat menggunakan perahu dari danau Sentani. Di pulau Asei terdapat
gereja tertua di Jayapura, gereja tersebut berada dipuncak bukit pulau Asei.
Pada tahun 1855 misionaris dari Jerman yang bernama W. Ottow Carl dan Johann G.
Geissler memberitakan masuknya injil dari Utara Papua sampai teluk Youtefa
hingga masuk ke pedalaman pegunungan Cycloop dan pada tanggal 1 Juli 1928 injil
pertama kali diberitakan masuk di pulau Asei.
Sebelum perang dunia ke 2, gereja di
dirikan dipingir pulau dengan konstruksi bangunan yang sederhana. Namun ketika
terjadi perang dunia ke 2 dimana terjadi perebutan pasifik dari Jepang yang
dipimpin oleh Jenderal Douglas Macarthur. Pulau Asei menjadi sasaran yang akan
diserang sekutu, pulau Asei dan gereja pun hancur sehingga masyarakat
meninggalkan pulau.
Setelah keadaan aman, masyarakat
kembali kekampung Asei. Berkat kerja keras dan kebersamaan selama 7 tahun
masyarakat Asei berhasil mendirikan gereja hingga pada tanggal 1 Januari 1955
gereja diresmikan. Kini gereja berdiri dipuncak bukit pulau Asei dan setiap
tanggal 1 Juli diperingati sebagai hari pengkabaran injil di gereja Asei, semua
umat datang merayakan upacaraakbar injil di gereja tersebut. Masyarakat Papua
memperingati 1 Juli 2014 sebagai peringatan hari pengkabaran injil di pulau
Asei ke 86 tahun. Diharapkan dengan masuknya injil dapat mematahkan kuasa umat
dan mendatangkan hidup bagi umat manusia serta menerangi kegelapan, kekafiran
umat manusia sehingga tercipta keharmonisan di tanah Papua menuju Papua
bangkit, mandiri dan sejahtera.
Keunikan lain yang terdapat di pulau
Asei yaitu masyarakat pulau Asei merupakan seniman lukis, pelukis di pulau Asei
berbeda dengan pelukis kebanyakan di wilayah Indonesia lainnya. Dipulau Asei
pelukis menggunakan kulit kayu sebagai pengganti kanvas. Kulit kayu yang
digunakan hanya terdapat di Papua yaitu kulit kayu khombouw. Media kulit kayu
sudah di pergunakan sejak tahun 1980-an yaitu sebagai pakaian, celana, sebagai
alas untuk meletakkan mas kawin yaitu kapak batu dan kulit kayu juga digunakan
sebagai pembungkus jenazah. Dengan perkembangan jaman dan berkurangnya populasi
kayu khombouw, masyarakat kampung Asei hanya menggunakan kulit kayu sebagai
media untuk melukis.
Untuk mendapatkan bahan kulit kayu
yang bagus, terlebih dahulu kulitkayu khombouw dicuci untuk menghilangkan
getahnya, kemudian dipukul-pukul hinga lunak kemudian dijemur. Proses
penjemuran dibutuhkan waktu sekitar 1 hari, setelah benar-benar kering kulit
kayu dapat digunakan. Masyarakat kampung Asei melukis berbagai motif,
diantaranya motif Rosindale dan motif Yoniki. Motif Rosindale hanya dapat
ditemui di rumah Ondoavi/ kepala suku, motif Yoniki biasanya berbentuk simbul
bulat yang mempunyai makna kebersamaan. Dalam melukis masyarakat pulau Asei
mengunakan pewarna alami. Warna hitam dibuat dari arang dan dicamupur dengan
minyak kelapa, Warna putih dibuat dari kulit kerang dan sagu dan warna merah
terbuat dari tanah liat atau batu merah. Masing-masing warna memiliki lambang
yaitu warna hitam melambangkan kematian,
warna putih melambangkan kebesaran suku dan warna merah melambangkan
keperkasaan suku. (RHZ/GTS)