Senin, 30 Juni 2014

PERINGATAN 1 JULI DI TANAH PAPUA



Masyarakat Papua pada 1 Juli merupakan hari yang bersejarah dan merupakan hari yang dinanti-nanti sebagian besar masyarakat Papua terutama masyarakat yang berada diwilayah Sentani yaitu masyarakat dikampung Asei. Pulau Asei merupakan pulau kecil yang terletak di depan danau Sentani, Jayapura.

Untuk menjangkau pulau Asei sangat mudah dapat menggunakan perahu dari danau Sentani. Di pulau Asei terdapat gereja tertua di Jayapura, gereja tersebut berada dipuncak bukit pulau Asei. Pada tahun 1855 misionaris dari Jerman yang bernama W. Ottow Carl dan Johann G. Geissler memberitakan masuknya injil dari Utara Papua sampai teluk Youtefa hingga masuk ke pedalaman pegunungan Cycloop dan pada tanggal 1 Juli 1928 injil pertama kali diberitakan masuk di pulau Asei.

Sebelum perang dunia ke 2, gereja di dirikan dipingir pulau dengan konstruksi bangunan yang sederhana. Namun ketika terjadi perang dunia ke 2 dimana terjadi perebutan pasifik dari Jepang yang dipimpin oleh Jenderal Douglas Macarthur. Pulau Asei menjadi sasaran yang akan diserang sekutu, pulau Asei dan gereja pun hancur sehingga masyarakat meninggalkan pulau.

Setelah keadaan aman, masyarakat kembali kekampung Asei. Berkat kerja keras dan kebersamaan selama 7 tahun masyarakat Asei berhasil mendirikan gereja hingga pada tanggal 1 Januari 1955 gereja diresmikan. Kini gereja berdiri dipuncak bukit pulau Asei dan setiap tanggal 1 Juli diperingati sebagai hari pengkabaran injil di gereja Asei, semua umat datang merayakan upacaraakbar injil di gereja tersebut. Masyarakat Papua memperingati 1 Juli 2014 sebagai peringatan hari pengkabaran injil di pulau Asei ke 86 tahun. Diharapkan dengan masuknya injil dapat mematahkan kuasa umat dan mendatangkan hidup bagi umat manusia serta menerangi kegelapan, kekafiran umat manusia sehingga tercipta keharmonisan di tanah Papua menuju Papua bangkit, mandiri dan sejahtera.

Keunikan lain yang terdapat di pulau Asei yaitu masyarakat pulau Asei merupakan seniman lukis, pelukis di pulau Asei berbeda dengan pelukis kebanyakan di wilayah Indonesia lainnya. Dipulau Asei pelukis menggunakan kulit kayu sebagai pengganti kanvas. Kulit kayu yang digunakan hanya terdapat di Papua yaitu kulit kayu khombouw. Media kulit kayu sudah di pergunakan sejak tahun 1980-an yaitu sebagai pakaian, celana, sebagai alas untuk meletakkan mas kawin yaitu kapak batu dan kulit kayu juga digunakan sebagai pembungkus jenazah. Dengan perkembangan jaman dan berkurangnya populasi kayu khombouw, masyarakat kampung Asei hanya menggunakan kulit kayu sebagai media untuk melukis.

Untuk mendapatkan bahan kulit kayu yang bagus, terlebih dahulu kulitkayu khombouw dicuci untuk menghilangkan getahnya, kemudian dipukul-pukul hinga lunak kemudian dijemur. Proses penjemuran dibutuhkan waktu sekitar 1 hari, setelah benar-benar kering kulit kayu dapat digunakan. Masyarakat kampung Asei melukis berbagai motif, diantaranya motif Rosindale dan motif Yoniki. Motif Rosindale hanya dapat ditemui di rumah Ondoavi/ kepala suku, motif Yoniki biasanya berbentuk simbul bulat yang mempunyai makna kebersamaan. Dalam melukis masyarakat pulau Asei mengunakan pewarna alami. Warna hitam dibuat dari arang dan dicamupur dengan minyak kelapa, Warna putih dibuat dari kulit kerang dan sagu dan warna merah terbuat dari tanah liat atau batu merah. Masing-masing warna memiliki lambang yaitu warna hitam melambangkan kematian,  warna putih melambangkan kebesaran suku dan warna merah melambangkan keperkasaan suku. (RHZ/GTS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Posts